• Anda Pengunjung ke

    • 1.628.486 hits
  • On line bersama anda

  • Agenda


  • This website is worth
    What is your website worth?
  • Tulisan terpopuler hari ini

  • RSS BERITA EDUKASI

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.
  • ARSIP

  • Komentar terakhir

    Sirojudin Mutawali pada Pembelajaran konvensional bany…
    Muhammad Syarif pada Tips Menjadi Fasilitator yang…
    Silvi pada Apa sih Matematika itu?
    Silvi pada Apa sih Matematika itu?
    Penerapan Model Peme… pada Pengertian Cooperative Learnin…
  • Asal Pengunjung

    free counters
  • Technorati

    Add to Technorati Favorites
  • Webmaster

  • My Ping in TotalPing.com

Saat di bangku sekolah proses belajar anak justru berhenti


Melanjutkan tulisan saya di CTL (Contextual Teaching and Learning) bahwa proses belajar anak untuk hidup justru terhenti di bangku sekolah. Sekolah yang identik sebagai tempat belajar, tempat penanaman budi pekerti, pusat pembelajaran budaya, dan sebagai pusat penempaan anak agar menjadi manusia dewasa dan mandiri. Sayang sekali justru sekolahan  inilah yang  sekarang menghentikan proses pembelajaran tersebut.

belajar terbatas di kelas

Di bangku sekolah anak hanya belajar sangat sedikit tentang bagaimana hidup di dunia yang sebenarnya. Di bangku sekolah anak tidak lebih dari sekedar “nyantri” dengan mencoba menjauhkan diri dari segala urusan duniawi. Padahal nyata-nyata tujuan dari 2 lembaga pendidikan tersebut adalah berbeda. Di sekolah anak dipenjara oleh dinding-dinding kelas berukuran 7 x 7 meter dengan kegiatan yang monoton untuk mendengarkan guru dengan sekali-sekali ikut bicara pada saat ditanya oleh gurunya. Tidak ada proses belajar mengatasi permasalahan yang dia hadapi sehari-hari di rumah. Tidak ada lagi proses belajar untuk menyongsong masa depan dalam persaingan kerja dan sebagainya.

Itulah sekilas yang digambarkan oleh kondisi sekolah-sekolah yang masih menerapkan konsep pembelajaran tradisional yang hanya mengejar hasil Ujian Nasional. Para guru tidak salah, sekolah juga tidak salah. Namun barangkali sistem dan budaya masyarakat yang salah.

Sistem menghendaki Ujian Nasional sebagai standar nasional kualitas pendidikan di seluruh wilayah. Padahal Ujian Nasional tidak dapat menilai kompetensi siswa secara nyata, selain hanya kemampuan mengingat saja. Budaya masyarakat juga sudah terlanjur keliru mensikapi dalam menilai kualitas suatu sekolah. Menerutnya sekolah yang berkualitas adalah sekolah yang mampu menghasilkan siswa-siswi yang bernilai Ujian Nasional tinggi. Selain itu jika sekolah dipercaya untuk menentukan ujian sendiri juga belum bisa dipercaya tingkat kesahihannya. Apakah mereka akan obyektif menilai hasil kerja mereka sendiri dalam membelajarkan siswa?

Sebuah permasalahan yang sangat sulit untuk di jawab.

Seminar Nasional Pemanfaatan ICT untuk Pembelajaran


Kendal, 9 Agustus 2009

Seminar Nasional Pendidikan

Seminar Nasional Pendidikan

Hampir semua sekolah di Pulau Jawa telah memiliki komputer. Namun sangat disayangkan, bahwa komputer yang ada masih digunakan hanya sekedar sebagai pengganti mesin ketik. Kalaupun sekolah sudah memiliki laboratorium komputer, juga masih sekedar anak diajarkan bagaimana mengoperasionalkan komputer.

Alat Komputer yang ada tidak digunakan sebagai pendukung proses pembelajaran. Padahal komputer adalah alat ICT multimedia yang sangat banyak fungsinya untuk mendukung peningkatan mutu pembelajaran yang lebih luas.

Seharusnya komputer sebagai multimedia digunakan secara optimal untuk mendukung proses pembelajaran. Komputer dapat diisi dengan berbagai software pembelajaran interaktif untuk siswa seperti game-game edukatif. Komputer juga dapat digunakan siswa untuk menuliskan hasil-hasil karya siswa, atau bahkan komputer digunakan untuk menghasilkan karya siswa.

Itulah sekilas yang menjadi topik pembahasan dalam SEMINAR NASIONAL Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran di Kabupaten Kendal baru-baru ini.

Good Practices USAID-DBE 2 Jawa Tengah


Surakarta, 28 Juli 2009

Menjelang berakhirnya program USAID-DBE 2 di Indonesia pada tahun 2010 yang akan datang perlu dilakukan sosialisasi tentang keberhasilan-keberhasilan USAID-DBE 2 dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

USAID-DBE 2 GOOD Practices

USAID-DBE 2 GOOD Practices

Sudah banyak hal yang dilakukan oleh USAID-DBE 2 mulai tahun 2005 sampai dengan tahun ini. Sesuai dengan bidang tugas DBE 2 yaitu peningkatan mutu pembelajaran di sekolah selama 4 tahun ini DBE 2 sudah mampu membantu meningkatkan kapasitas guru SD/MI dalam berbagai bidang, antara lain:

  1. Pelatihan WIAL (What Is Active Learning)
  2. Paket Pelatihan Dasar, yang bersisi tentang paket pelatihan PAKEM DASAR untuk seluruh mata pelajaran.
  3. Paket Pelatihan PAKEM Matematika
  4. Paket Pelatihan PAKEM Bahasa Indonesia
  5. Paket Pelatihan Pengelolaan kelas
  6. Paket Pelatihan PAKEM IPA
  7. Paket Pelatihan DALI (Designing Active Learning with ICT)
  8. Paket Pelatihan Intel Teach
  9. Paket Pelatihan IAI (Interactive Audia Interaction)
  10. Paket Pelatihan Management PSBG
  11. Paket Pelatihan Pendampingan
  12. Paket Pelatihan Laporan Mutu Sekolah

Tentu ke-12 program pelatihan yang telah berhasil dengan baik dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia perlu diteruskan. Hal ini dikarenakan baik secara kuantutatif maupun kualitatif kapasita para guru telah meningkat sangat signifikan setelah mengiplementasikan pelatihan DBE 2 tersebut.

Program yang demikian baik, akan sangat mubadzir jika tidak ada good will dari pemerintah Daerah untuk melanjutkannya.

Tips mengatasi peserta pelatihan yang sering menguji fasilitator


DSC04053Dalam forum pelatihan kita sering mendapati peserta pelatihan yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Ada 3 tipe pertanyaan yang diajukan oleh peserta pelatihan, yaitu:

 

  1. pertanyaan karena tidak jelas atau belum tahun,
  2. pertanyaan yang menginginkan jawaban berupa penjelasan yang dimaksudkan untuk menjelaskan kepada peserta lainnya,
  3. Pertanyaan yang lebih bersifat menguji kemampuan fasilitatornya.

Tipe pertanyaan pertama, biasanya diajukan oleh peserta pelatihan yang memang benar-benar tidak belum memahami materi ataupun tidak tahu tentang suatu materi tertentu. Jika dicermati biasanya pertanyaan yang diajukan masih sangat berkaitan dengan materi yang dipelajari pada hari itu. Bagaimana mengatasinya? Terhadap tipe ini fasilitator cukup melemparkan kepada peserta lain untuk memberikan bantuan dalam menjawab. Kalau jawaban dari mereka sudah benar, maka perkuatlah jawaban mereka dengan informasi-informasi tambahan. Namun jika belum ada yang benar, maka fasilitator bisa menjelaskan secara singkat jawaban dari pertanyaan yang dimaksud. 

Pertanyaan tipe kedua, biasanya diajukan oleh peserta pelatihan yang sudah memahami materi tersebut. Sebagai langkah bijak Ia tidak memberikan penjelasan kepada mereka, namun Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan sebenarnya adalah untuk memberikan penjelasan ulang kepada peserta lainnya.  Terhadap jenis pertanyaan ini segera pahami situasi peserta pada umumnya. Kemudian berikan penjelasan singkat terhadap apa yang menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Biasanya pertanyaan ini muncul karena ada suatu materi tertentu yang terlewatkan belum disampaikan, atau karena dalam penyajian kita kurang sistematis.

Tipe pertanyaan yang ketiga, biasanya muncul dari peserta yang ingin menguji kemampuan fasilitator atau bahkan ingin menjatuhkan di depan peserta lainnya. Jika dicermati, biasanya pertanyaannya tidak linier dengan materi yang sedang dibahas. Dia biasanya mencoba untuk menghubung-hubungkan materi yang sedang dibahas dengan topik lain yang sebenarnya tidak berkorelasi. Terhadap tipe pertanyaan yang demikian fasilitator dapat memberikan tanggapan sebagai berikut:

  • Jjawablah dengan taktis seandainya Anda memang tahu jawabannya.
  • Kalau anda tidak tahu jawabannya, lemparkan pertanyaan tersebut kepada peserta lainnya.
  • Kalau dijawab oleh peserta lain masih belum puas, tanyakan kepada yang bersangkutan tetang jawaban yang Ia kehendaki.
  • Katakan bahwa ini suatu proses belajar bersama.
  • Atau, jangan hiraukan perilaku tersebut dengan mengatakan akan karena keterbatasan waktu anda menjawab pada saat sesi yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut.

Selamat mencoba

Program Pelatihan untuk Pelatih/ Fasilitator (TOT)


Kami melayani Pelatihan untuk Pelatih (TOT). Mengapa para pelatih atau fasilitator tetap perlu mengadakan pelatihan?

Dunia pendidikan terus mengalami dinamika yang sangat cepat. Demikian cepat arus perubahan di dunia pendidikan menghendaki para guru untuk juga terus menyesuaikan kompetensinya agar mereka tetap surfive.

PELATIHAN UNTUK PELATIH

PELATIHAN UNTUK PELATIH

Hampir setiap kali terjadi perubahan para guru dilatih tentang materi perubahan itu sendiri. Apakah itu kurikulum, model pembelajaran, mangement, pengelolaan pembelajaran, Teknologi Informasi dan sebagainya.

Namun sayang sekali para penyaji pelatihan selama ini masih banyak hanya sekedar menyampaikan informasi tanpa menghiraukan apakah yang ia sajikan akan tercerna dengan baik atau tidak. Pelatihan yang pasif di mana peserta pelatihan atau guru hanya sebagai pendengar barangkali tidak akan banyak membawa perubahan sesuai dengan tujuan dari perubahan itu sendiri. Para pelatih/ fasilitator hendaknya dibekali berbagai kemampuan tentang teknik-teknis fasilitasi yang efektif dan menyenangkan bagi peserta pelatihan. Dan yang lebih penting  lagi adalah bagaimana seorang fasilitator dapat membawa arus perubahan itu sendiri menjadi sebuah kompetensi bagi para peserta yang dilatih.

Berikut ini kami memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut dengan melayani Paket Pelatihan untuk pelatih (Training of Trainers). Dalam paket pelatihan ini dikemas dengan mengedepankan prinsip-prnsip pembelajaran orang dewasa dan yang lebih penting lagi adalah mengedepankan contoh-contoh pelatihan dengan berbasis active learning dan Joyfull learning. Nilai plus dari pelatihan yang kami kelola adalah memberikan pengalaman-pengalaman riil sesuai kondisi pelatihan seperti bagaimana caranya agar fasilitator menarik, bagaimana agar fasilitator percaya diri, bagaimana kalau mengatasi peserta pelatihan yang malas atau sulit berkonsentrasi serta segudang pengalaman riil lain yang barangkali tidak dijumpai pada pelatihan-pelatihan lainnya.

Adapun materi untuk TOT adalah sebagai berikut:

  1. Prinsip-prinsip dasar pembelajaran orang dewasa.
  2. Bagaimana fasilitator yang baik itu?
  3. Tips agar fasilitator mempunyai performent yang menarik.
  4. Berbagai jenis ice breaking dan energizer.
  5. Tips agar fasilitator mempunyai Percaya diri yang baik.
  6. Tips agar fasilitator bisa dengan cepat menguasai materi pelatihan baru.
  7. Tips agar fasilitator bisa membuat presentasi yang menarik.
  8. Berbagi pengalaman tentang metode fasilitasi yang mengaktifkan peserta pelatihan.
  9. Tips mengatasi peserta pelatihan yang sulit, seperti: malas, sering minta ijin, suka menyanggah, sering komentar yang aneh, apatis, pemalu, dan berbagai kejadian riil di lapangan.

Lembaga anda menghendaki pelatihan tersebut? Silahkan hubungi kami di email: sunartombs@gmail.com atau silahkan menuliskan komentar anda dalam blok ini. Terima kasih